Minggu, 10 April 2011

Cinta itu Buta, Tuli dan Bisu (1)

Hakim memperhatikan ladang kelapa sawit milik ayahnya Syed Ariff yang terbentang luas. Berdiri di atas tanah yang agak tinggi, dia memutarkan pandangannya 360 derajat untuk melihat kawasan sekeliling. Masya Allah, Subhanallah, memang luas dan subur. Dia tahu, selama ini ladang milik ayahnya merupakan ladang yang subur di daerah itu.
Tidak ada yang dapat menandingi kekayaan Syed Ariff yang semakin hari semakin bertambah, berkat kerja keras penuh ketulusan hati dan sikap pemurah Syed Ariff dengan semua orang tanpa mengenal pangkat dan kedudukan. Benarlah janji Tuhan dalam firmanNya yang bermaksud,
'Sekiranya engkau bersyukur, maka kami akan menambahkan lagi rezekimu, namun sekiranya kamu kufur ketahuilah sesungguhnya azab Kami amat pedih'
5 tahun di luar negeri membuatnya rindu dengan ladang yang luas ini. Kepulangannya ke kampung halamnnya kali ini adalah untuk selama-lamanya, biasanya Hakim pulang pada saat libur kuliah.
Di bagian kanan ladang ini, Syed Ariff telah mempersiapkan kawasan seluas beberapa hektare untuk dibuat kebun bunga dan putranya bernama Hakim belum pernah menjejakkan kaki ke situ. Saat berada di rumah Hakim berniat untuk melihat kawasan kebun bunga itu.
Hakim menuju ke arah kebun bunga yang telah menjadi buah bibir banyak pekerja, sebagai kebun tercantik yang pernah mereka lihat. Hakim sangat ingin melihat sendiri semua kenyataan itu.
Dan anehnya, kata mereka, mereka tidak tahu siapa yang menjaga kebun itu sebaik dan seterampil itu kerana penjaga kebun itu tidak pernah keluar dari kebun. Dan Hakim merasa bertambah aneh apabila tiadak dibolehkan berada dekat kawasan kebun itu saat malam hari, padahal kebun ini miliknya.
Hakim sendiri mendatangi ladang tersebut. Benarkah begitu? Kenapa harus bersembunyi?
Hakim semakin mendekati kawasan itu, dan dia terhentak terkaget-kaget dengan kehadiran seorang lelaki separuh baya yang sedang membawa cangkul di bahunya.
"Assalamualaikum syeikh," tegur lelaki tua itu dengan wajah yang berseri-seri.
Hakim terpegun melihat keceriaan di wajah itu seolah-olah dia tidak pernah mempunyai beban dalam hidupnya.
"Waalaikumussalam. Bapak siapa?" tanya Hakim ramah. Lelaki tua itu tersenyum, keikhlasan terpancar di segenap wajahnya.
"Saya pekerja di sini. kamu siapa?"
"Saya Hakim, anak dari Syed Ariff," jawab Hakim, perlahan. Tidak mahu riak terselit dalam bicaranya.
"Oh, yang baru pulang dari luar negeri itu?" ujar lelaki tua itu dan perlahan. Hakim cuma tersenyum dan mengangguk. Tiada apa yang patut dibanggakan baginya.
"Alhamdulillah pak...rezeki saya," ujar Hakim.
"Betul, rezeki manusia ada di mana-mana, bagaimana kita mencarinya saja," ulas pakcik itu.
"Siapa nama Bapak ?"
"Saya Habibullah....” “Panggil Pak Habib saja,” jawabnya beserta senyuman di wajahnya.
Hakim mengangguk sendiri. Dia ini “Kekasih Allah”. Dia menyimpulkan.
"Pak Habib baru di sini?"
"Ya, saya bekerja di kawasan ini, di sekeliling kebun ini."
"Oh begitu…Boleh saya tanya? Siapa yang menjaga kebun ini? Dengar-dengar dia tidak pernah keluar dari rumah? Kebun ini juga ditutup saat malam? Pak Habib tau tentang hal ini?" tanya Hakim.
Pak Habib diam, seakan-akan memikirkan sesuatu. Dia merenung dalam mata Hakim sehingga membuatkan Hakim tertanya-tanya salahkah bicaranya tadi? Apakah ia telah menggores hati Pak Habib tanpa disadari?
"Penjaga kebun ini tidak pernah keluar bertemu dengan orang kerana dia buta, tuli, dan bisu," jawab Pak Habib, pelan namun mendalam.
Hakim terdiam mendengarnya. Dia merenung wajah tua itu, mencari-cari sesuatu yang akan memberitahunya bahwa dia sedang dipermainkan namun wajah itu tetap serius, tenang dan ceria seperti tadi.
"Betul Pak? Kok Bapak tahu?" tanyanya lagi, meminta kepastian.
"Syed Hakim, Pak Habib ada pekerjaan. mohon pamit. Assalamualaikum."
Belum sempat Hakim membalas salam, Pak Habib telah pergi meninggalkan Hakim termangu-mangu. Apa betul si penjaga kebun buta, tuli dan bisu? Atau pak Habib ingin mengelabui saya? Hakim terus-menerus memikirkan kembali perkataan Pak Habib yang tadi. Masih tidak dapat menerima secara rasional pernyataan itu. Lama terdiam ditempat, sebelum dia meneruskan langkahnya ke arah tujuannya. Dia perlu mengetahui kebenaran perkataan Pak Habib.
Semakin dia mendekat, Hakim sudah dapat menghirup aroma harum bunga yang sangat menyegarkan dan menusuk ke hidung. Wanginya tiada terkira. Kebun itu berada di dalam sebuah ruang yang terbentang dan berdindingkan jaring hitam. Ada pintu yang berupa celahan tanpa jaring yang khususkan agar pengunjung dapat keluar dan masuk dari satu jalan.
Hakim sudah berdiri di hadapan pintu kebun itu dan dia melangkah masuk. Hakim tertegun seketika. Subhanallah...., dia memuji-muji di dalam hati. Kebun itu begitu indah, benar apa yang dikatakan para pekerja tadi. Berbagai bunga dan jenis ditanaman ada disana. Rupa dan warna diselimuti aroma wangi. Ada yang tergantung, yang di tanam di atas tanah dan juga disusun.
Hakim mulai berjalan dan menyusuri tempat itu, tidak ada dalam benak pikirannya kemana ia akan pergi, kerana yang dia tahu tempat itu ibarat syurga. Pikirannya menerawang lepas dan bebas. Air terjun buatan yang kecil dan unik juga dibuat di beberapa sudut. Ada juga tanaman hiasan lain yang menghiasi sudut-sudut seperti bonsai dan kaktus. Serangga bertebaran riang. Ramai-ramai berterbangan riang tiada gundah.
belum pernah ada dalam benaknya, kebun itu ibarat taman bunga yang sungguh indah yang hanya terwujud didalam khayalan. Keindahannya tidak tergambar, dan ada ketenangan yang mengiringi setiap inci indah taman itu. Siapakah yang menjaga kebun ini? Mustahil dia buta, tuli dan bisu. Kebun ini tidak mungkin terawat dengan indah apabila benar penjaganya buta, tuli dan bisu.
Hakim melepaskan lelah di bangku kecil yang telah disediakan sambil menghayati deruan air yang menjadi alunan musik pelipur lara pengunjung taman. Hakim sedikit-sedikit memejamkan matanya, mencoba menghayati keindahan taman itu dengan segenap inci akalnya. Tenang dan damai. Itulah rasa yang meresap jauh ke sehingga ke lubuk hatinya. Selama ini, bukannya tidak pernah mengunjungi taman bunga selama dia berada di luar negeri. Hampir semua taman bunga yang ada telah dikunjunginya namun taman ini sungguh berbeda dari yang lain.
Ada sesuatu yang menjaga keindahan taman ini, sesuatu yang dia sendiri tidak pasti apakah itu. Dia harus mencari dan menemui penjaga kebun ini.
Harus....
Hakim memasang tekad didalam hati, sambil memparhatikan seekor laba-laba kecil yang berjalan diatas sekuntum bunga mawar. Mawar yang indah....

*********************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar